Masa depan suplai
pangan kita bergantung pada para petani muda. Namun, apabila generasi muda kita
tidak tertarik menekuni bidang ini, dikhawatirkan kita akan makin bergantung
pada impor pangan. Ironis bagi Indonesia yang agraris. Apalagi dengan
berlakunya AFTA 2015, kekurangan ahli di bidang ini sangat mungkin akan diisi
oleh tenaga asing.
Produsen pangan di
Indonesia saat ini kebanyakan adalah petani berpendidikan rendah. Produk mereka
banyak yang tidak bisa bersaing di pasaran. Di saat panen, harganya jatuh,
sementara di saat harga tinggi mereka tidak punya produk untuk dijual. Salah
satu alasannya adalah karena mereka belum menjalankan usahanya sesuai praktik
pertanian yang benar atau biasa disebut GAP (Good Agricultural Practices).
Lain ceritanya dengan
petani buah di Belanda misalnya. Mereka sudah menerapkan manajemen rantai pasok
(supply chain). Saat panen buah melimpah, mereka tidak menjual semua hasil
panen. Sebagian disimpan, bahkan bisa sampai 2 tahun. Saat suplai buah langka,
stok ini bisa dikeluarkan ke pasar sehingga harga selalu stabil dan petani
tidak menderita fluktuasi harga yang tajam. Mereka bahkan bisa ikut
mengendalikan harga.
Berkaca dari sana,
para petani berpendidikan rendah di negeri kita memang perlu dimanajemeni oleh
ahli yang mengerti rantai perdagangan pangan mulai dari tahap produksi,
pengolahan, distribusi, penyimpanan, hingga ke tangan konsumen.
Kuliah
di dalam negeri
Di dalam negeri IPB
memiliki reputasi sangat baik di dalam mencetak lulusan bidang pertanian,
khususnya teknologi pangan yang bias menangani
problema di atas. Departemen ini didirikan pada tahun 1964 di bawah
Fakultas Teknik dan Teknologi Pertanian, dan sebelumnya disebut sebagai
Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Setelah 1981, nama tersebut diganti
sampai sekarang sebagai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Departemen ini
memiliki kompetensi inti di bidang ilmu pangan dan teknologi pangan, khususnya
dalam kimia pangan, mikrobiologi makanan, makanan rekayasa proses, analisis
makanan, kualitas makanan dan keamanan pangan.
Departemen ini
terdiri dari 56 anggota fakultas (37 PhD dan 19 MSc) dari berbagai latar
belakang yang memberikan keahlian dalam berbagai spesialisasi. Para anggota
fakultas memiliki keahlian di bidang kimia pangan, mikrobiologi makanan,
pengolahan makanan, teknik pangan, keamanan pangan, analisis makanan, kimia
rasa, bioteknologi dan bio-pengolahan, biokimia pangan dan gizi, dan
toksikologi makanan. Fakultas secara aktif terlibat dalam pengajaran dan
penelitian yang mencakup berbagai topik yang relevan dengan ilmu pangan,
teknologi dan gizi. Beberapa anggota fakultas yang diakui oleh otoritas
nasional dan internasional dan industri makanan di daerah yang beragam seperti
pengolahan makanan, keamanan pangan dan keamanan, gizi, analisis makanan dan
hukum makanan.
Belajar
di Luar Negeri
Di Lincoln
University, semua proses ini dipelajari di program Bachelor of Agribusiness and
Food Marketing dan Bachelor of Commerce (Agriculture). Kedua jurusan ini secara
khusus menyiapkan lulusannya untuk berkiprah di perdagangan produk pertanian.
Di jurusan
Agribusiness and Food Marketing, selain mempelajari soal tanaman, hewan, tanah
dan manajemen pertanian, fokusnya lebih ditujukan pada perdagangan produk
pangan secara global dan aspek pemasaran komoditas pangan. Karena lamanya
siklus produksi pertanian dan investasi bidang pertanian, maka persoalan
seperti ketidak pastian panenan, naik turunnya harga, ketersediaan pasokan, dan
kebersihan produk pangan merupakan isu pokok yang harus dikuasai.
ANTARA
TEORI DAN PRAKTEK DI LAPANGAN
Di era global ini
salah satu prinsip penting dalam food marketing adalah “paddock to plate” value
chain. Yang menjalankan prinsip ini dengan ketat antara lain adalah Uni Eropa.
Semua produk pangan dari negara lain harus bisa dilacak asal-usul nya, cara memproduksinya,
mengolahnya, menyimpannya, sampai cara pengirimannya. Pendek kata, untuk sampai
di piring konsumen, setiap produk harus melewati proses yang bisa
dipertanggungjawabkan mutunya. Prinsip ini sangat ditekankan di jurusan Food
Marketing.
Namun bagi yang
berminat mendalami bidang pertanian dan peternakan dari kacamata seorang
pengusaha, mungkin program Bachelor of Commerce (Agiculture) lebih memenuhi
kebutuhan. Selain pengetahuan pokok tentang pertanian seperti disebut di atas,
program ini membimbing mahasiswanya untuk menjalankan sisi bisnis di perusahaan
atau mengawali bisnis sendiri.
Mata kuliah seperti
misalnya Pengantar Hukum Dagang, Analisis dan Perencanaan Manajemen Pertanian,
Ekonomi dan Pasar, dan Manajemen Strategis Pertanian memberi bekal untuk
mengambil keputusan-keputusan bisnis secara umum. Namun mahasiswa bisa memilih
spesialisasi di tahun terakhir.
Selain praktik di
ladang dan peternakan milik Lincoln University sendiri, mahasiswa wajib
melakukan farm visits dan kerja lapangan di luar kampus. Untuk jurusan Bachelor
of Commerce in Agriculture total praktik lapangan adalah 42 minggu (hampir 1
tahun). Yang menarik, di setiap farm visit, mahasiswa didampingi beberapa
profesor bidang ilmu tanah, tanaman, hewan, dan ilmu bisnis untuk menunjukkan
pentingnya pendekatan multi disipliner dalam mengelola bisnis di industri ini.
Menurut Derrick Moot,
seorang profesor Plant Science, teori di kelas selalu dikaitkan dengan apa yang
terjadi di lapangan. Dari kerja praktik mahasiswa belajar menentukan jenis
pupuk untuk jenis tanah dan jenis tanaman yang berlainan di berbagai lokasi
sekaligus bagaimana beternak. Semua kegiatan ini harus mendatangkan keuntungan
usaha tanpa mengharapkan subsidi sama sekali.
Spesialisasi yang
populer adalah Agricultural Management yang mempertajam skill untuk mengelola sisi
bisnis sebuah usaha pertanian atau peternakan. Di samping belajar manajemen
pertanian secara umum, mahasiswa belajar bagaimana berinvestasi dan
mengembangkan bisnis di bidang ini.
Spesialisasi lain
yang tak kalah menarik adalah Rural Valuation, yakni bidang yang lebih fokus
pada masalah investasi di bidang properti lahan pertanian atau peternakan. Mata
kuliah khasnya antara lain adalah Pengantar Ilmu Properti, Konstruksi Bangunan,
Ekonomi Tanah, Undang-undang Pertanahan, dan Menaksir Harga Lahan Pedesaan.
Berdasarkan data Biro
Pusat Statistik tahun 2010, sektor pertanian memiliki Indeks Tendensi Bisnis
paling tinggi, bahkan lebih tinggi dari bidang telekomunikasi. Dengan
penguasaan teknologi dan manajemen modern, sudah selayaknya berlaku adagium
“mereka yang bisa menyediakan pangan bagi banyak orang tidak akan pernah
kekurangan”.
Sumber
: Kompas Klass edisi Jumat, 29 November 2013 dan Website IPB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar